Di ruang ku

Sabtu, 01 Oktober 2011

(picture by  Mojca Savicki)
Malam cukup hening, tanpa hingar suara binatang malam, entah kemana mereka. Mungkin ingin bersembunyi dari kerlanya lampu yang makin memojokkan mereka, itu fikirku.
Senyap-senyap terdengar hembusan angin malam, yang terasa berbisik tentang cerita anak bangsa dari negeri entah berantah, dari pulau yang tak pernah terjejaki.
Ditemani cahaya temaram dari ruang persegi penuh udara, terdengar suara dari seberang sana, berbincang tentang hal-hal yang tak pernah terfikir sebelumnya.
Kian terhanyut dalam keadaan yang menurut orang adalah suatu kondisi yang tak masuk akal. Tapi, aku mengalaminya.
Namun, makin jauh ku menjalaninya, makin merasa ada yang harus diperjelas tentang semua ini. Ada ragu, takut, cemas yang kini hinggap disela-sela dinding ruang yang tak terlihat.
Hati.
Satu luka terasa mencuat kembali. Aku fikir telah sembuh, tapi ternyata kini beri cemas. Apa harus mencoba untuk berhenti dari keadaan ini? Agar luka itu tak terusik lagi.
Tak mungkin, mau atau tidak akan dipertanyakan. Dan, mau tak mau harus diutarakan walau ku yakin akan ada luka baru lagi.
Ku katakan pada engkau, wahai bintang penghuni malam. Engkau saksi dari semua luka. Engkau saksi dari semua airmata. Wahai udara yang tak terlihat namun melihat, katakan pada dia tentang semuanya, semua hal yang tak mampu tersampaikan oleh kata, karena engkau lebih mengetahuinya.
Mulai ragu, mulai khawatir, ada yang kecewa. Bukan mau menyimpulkan sendiri. Tapi, tak mampu untuk tetap berembunyi.
Denting detik waktu tak mampu mengusir pilu, tak mampu membendung lagi, semakin harubiru, aku terhenyuk.
Embun malam basahi dedaunan, tak mampu berucap sepatah kata, hanya bisa diam.
Bukan ingin menjadi sempurna, tak mampu tuk kesempurnaan itu.
Hanya bisa mencoba menjadi yang terbaik.
Takkan memaksa tuk tetap tinggal. Ku persilahkan engkau mengambil keputusan.
Jangan mencoba memaksa diri, jika hati tak ingin tetap tingggal. Hanya akan menjadi boomerang kemudian.
Jangan memaksa menyesuaikan diri tuk merasa nyaman. Tak ada unsure pemaksaan untuk semua ini.
Dan dengan jelas ku kan berkata ‘kau boleh tuk pergi’

9 komentar:

  1. Anonim mengatakan...:

    T_T
    "kau boleh untuk pergi"

    diksinya keren, Mbak. Makasih sudah ikut mewakili suara hatiku... #halah
    hehehe

    salam kenal! ^^

  1. Jasmine mengatakan...:

    :)
    makasih pujiannya,,,,

  1. arya.poetra mengatakan...:

    Di sini juga sunyi.. Orang2 rumah udah pada tidur. Hehehe..
    Overally, good writing. Keep Writing yaaah...

  1. Jasmine mengatakan...:

    @arya poetra : wah wah,,,bersepi-sepi ria dunk,,,
    salam writing :)

  1. Merliza mengatakan...:

    blognya keren banget... gmn cara nya bisa seperti ini??!?!?!

  1. Ujang Arnas mengatakan...:

    maaf yah lady traveler baru bisa follback sekarang :)
    soalnya kemarin modemnya lelet banget.
    btw blognya agak berat yah :)
    tapi keren sih emang :D

    untuk tulisannya..
    maknanya dalemm...

  1. Ikbal Rizki mengatakan...:

    waaahhhaha.. mantap.. lagi galau ya kak..? :D

  1. Jasmine mengatakan...:

    @ merliza : makasih mba,,,cmn ngubah tampilan tampletnya doang kok mba :) masih butuh bljr lagi,,,


    @uchank : berat yah,,,hehehe,,,maap,,,
    thx dah dfollow blik :)

  1. Sam mengatakan...:

    mantap gini kata-katanya... puas membacanya walau tak tahu makna sebenarnya... tentunya nulisnya pun juga puasss.... :D

    btw.. salam kenal yaaa...

Posting Komentar

Followers

Blogger templates

 
A Lady Traveler © 2011 | Designed by Interline Cruises, in collaboration with Interline Discounts, Travel Tips and Movie Tickets