Mari, Berbincang

Rabu, 31 Desember 2014 1 komentar


Berjalan lambat waktu setahun ini.
Ingatkah engkau setahun kemarin, ketika rayuan cantik masih terdengar konyol.
Ya, setahun yang lalu, bersama, di kotamu.
Malam ini apa rencana kita?
Bukan lagi seperti tahun kemarin, menunggu waktu berdentang 12 sambil duduk hingga terkantuk-kantuk.
Atau menikmati semangkuk es buah di malam yang riuh denga bunga warna warni di angkasa.

Mari menutup tahun ini dengan berdoa saja. Tahun ini penuh kejutan, bukan? Berbeda, kita bersama.
Mari menikmati malam diakhir tahun ini dengan segelas teh hangat saja, berbincang perihal apa yang harus kita lakukan tahun depan dan tahun-tahun kemudian, bersama.
Sambil menikmati rinai hujan, dengan doa;
“Semoga segala masalah ditahun ini bisa diselesaikan dengan bijak tahun depan”.
“Semoga limpahan rezeki, nikmat sehat dan sabar dilimpahkan selalu dari-Nya”.
“Semoga lebih banyak amalan yang kita lakukan ditahun depan, serta segala salah dapat dijadikan pelajaran”.
“Semoga kita tetap saling berkasih sayang”.
Aaaaammmiiiiiiinnnn Ya Rabbal Alamin.


Apa engkau masih punya keinginan lainnya? Bisikkan padaku, dan mari kita berdoa bersama, semoga semuanya mendapat Ridho oleh-Nya.

Orasi Hati

Kamis, 07 Agustus 2014 0 komentar


Wajah yang lebab, air hangat bisa meredakannya,
Hati yang lebab, harus seperti apa mengobatinya?
Dalamnya lautan, dapat direka
Dalamnya hati siapa yang bisa menerka?
Gemuruh di langit, itu tanda akan hujan
Gemuruh di hatiku, hanya Tuhan yang tahu mengapa.
Tak ada yang tak berbayar, benar sungguh katamu
"Jujur Itu Mahal"
Dan aku, harus membayar lebih untuk bisa mendapatkan kejujuran itu, dari seorang engkau yang beretorika tentang Kejujuran

Diam dalam Hujan

Senin, 26 Mei 2014 1 komentar


from here

Ada yang ingin ku coba ceritakan pada hujan,
pemikiran, bait-bait kata yang hanya melayang-layang namun tak tervocalkan,
ketika melihat kau diam menatap keluar,
Dengan binar mata yang tak mampu ku tebak,
Apa yang sedang berjalan-jalan di pikiranmu?
Apa kau sedang mengukir kenangan?
Apa kau sedang merangkai harapan?
Atau kau sedang memaki waktu,
Binar matamu terlalu ambigu ketika kau diam,

Ada yang selalu ingin ku ceritakan padamu, Hujan.

Kisah Kadarluarsa

Rabu, 05 Maret 2014 0 komentar

by Me

Ada yang ingin aku lupa dari kisah yang mulai kadarluarsa,
Hanya sebuah kisah sederhana dari orang yang tak luarbiasa,
Mungkin juga tak jauh beda dari kisah orang kebanyakan,
Apa aku telah katakan,
Ingatan di otakmu disimpan dalam kotak-kotak kecil tersusun apik,
Dan aku, ingin menempatkan satu mesin kecil di kepalaku tuk kotak-kotak itu,
Terlalu naif mungkin untuk bisa menempatkan mesin penghapus kecil di kepalamu dan bekerja perlahan,
Perlahan menghapus sedekit demi sedikit kotak ingatanmu,
Bekerja tuk kisah yang mulai ku anggap kadarluarsa,
Aku ingin lupa bagaimana cara mengenalnya,
Aku ingin lupa mengapa aku membencinya,
Aku ingin luapa sebab pertengkaran kecil dengannya,
Aku ingin lupa seperti apa rasaku padanya,
Aku hanya ingin mengingat sepenggal kisah saja,
Setengha saja, sebagian yang tak utuh dari kisah yang mulai kadarluarsa,
Mungkin menyisakan kisah canda tawa, hingga tak butuh aku terdiam beku ketika mengingatnya,
Atau mungkin, sedikit kisah konyol saja yang buat merasa bodoh dan tersenyum sendiri ketika ingatan itu menyusup ditengah derap langkah,
Mungkin dengan begitu akan tetap ada kata “Kita”

Apa aku begitu naif?

Manuskrip Ingin Rupa

Minggu, 16 Februari 2014 1 komentar

by Me

Menguap saja,

Biar kunikmati kicau pagi dalam damai biru,

Agar bisa ku cium wangi siang bersama kuning yang menjadi jingga kemudian,

Biar terdekap dalam hening malam bertabur gemerlap lentera bintang.
Biarkan menguap saja,

Hingga akan tetap diam melihat tak lagi berpendapat.


Seperti udara saja,

Kau Tahu, kau Rasa, tapi Tak Bisa kau Jamah.

...........

Rabu, 12 Februari 2014 0 komentar

Tak fikirkah, lidahmu lebih tajam dari pisau, melukai
Kau buat mengambang tak pasti,
Kau lumat semua janji,
Namun sekatika bak ludah kau jilat kembali,
Tak mengapa tertatih sendiri,
Biar saja mereka memaki,
Dibanding senyum simpul pasti,
Sedang kau memaki dalam hati,
Aku tak sudi kau pecundangi.

from here

( , ) Koma

Rabu, 05 Februari 2014 0 komentar

Begitu panjang kisah dalam hitungan waktu
Kini sedang terhenti pada KOMA dalam paragraf kisah
Entah seperti apa kisah selanjutnya hingga paragraf kisah di titik akhirnya

Hujan, aku sedang tak ingin bercerita,

Beranjak, [Lagi]

Senin, 27 Januari 2014 0 komentar


It’s not my pleace,
I must gone from here.


Tapi kemana?
Kemana harus ku tuju, kakiku tak punya tujuan yang pasti tuk beranjak lagi,
Setelah menetap begitu lama dengan kepercayaan yang terus mencoba dibangun secara tertatih.
Kemana lagi ku pijakkan kaki ini?
Sedang pandang mata hanya sebesar jendela kamar yang kini ku diami.
Sejauh memandang, tak kudapati jalan, dalam jarak pandang yang ku punya hanya ada lapang, tanah yang lapang, tanpa penghuni.
Hanya terdengar suara angin yang berhembus perlahan, terasa membawa berita kematian.
Haruskah aku bertanya pada angin?
Mereka akan menggaggapku gila, jika itu ku lakukan.
Tapi kepada siapa lagi harus aku bertanya?
Aku harus beranjak.

Kaki ingin terus melangkah, menjejak,
Namun, mata yang menerawang ke biru angkasa tak menemukan kemana lagi tuju kaki melangkah, berhenti rasanya,
Kaki masih ingin lekas melangkah, berpijak,
Namun, hati kian membenam dalam hitamnya lumpur peradaban,
Masihkah ada tujuan kaki yang ingin melangkah?
Aku harus beranjak, lagi.
Aku bukan ingin menyerah,
Tidak,
Kali ini lebih dari kemarin,
Kini bersamaku ada satu harapan kecil, ku bawa bersama ke suatu tempat yang ingin ku tuju.
Tapi sampai kini aku masih belum menemukan, kemana harus kucari tempat itu.
Suatu tempat, dimana bisa menerimaku dan harapan kecil yang ku bawa bersamaku.
Kali ini sedikit berbeda, aku harus berjuang sendiri menemukan tempat tujuanku.
Ku pikir kamar dengan jendela yang bisa buatku melihat dunia adalah tempat terbaik bagitu bersama harapan kecilku.
Tapi, ternyata aku harus beranjak, bukan disini.
Bukan tempat ini, bukan pula jendela kecil ini.
Aku tak punya pilihan lagi,
Harus kepada angin kini ku tanyakan tujuan.
Aku harus beranjak, lagi.
Seperti film yang diputar ulang,
Bayangan demi bayangan tergambar kembali,
Aku tak ingin bertarung lagi,
Aku harus beranjak pergi.

Hey Januari

Kamis, 02 Januari 2014 0 komentar

Hey januari, apa kabarmu?
Kau bangunkan aku dengan igauan yang sungguh nyata, hingga terlelap pun tak mampu mata.
Hey januari, apa yang harus ku lakukan? Serangan engkau kali ini tak mampu ku tepis, aku kalah telak darimu.
Hey januari, kau punya pilihan tuk diriku?
Harus seperti apa rangkaian kata itu disusun, hingga paham mereka.
Aku akan terusir sekatika.
Kini aku berfikir lebih cepat dari sebelumnya.
Hey januari, saat ini aku akan benar-benar berlari, bersembunyi.
Mungkin kau akan menganggap ini kepencundangan yang nyata.
Kau tahu, dua sisi yang ada padaku.
Satu sisi berucap terima kasih tuk pemberontakkan yang terwakili, sedang sisi lain meraung karena kecewa dan tak punya rencana apa-apa.
Hey januari, harus kemana ku bawa pijak kaki ini, hingga tak ada yang mengendus rencana terbata-bata yang harus ku buat.
Hey januari, ujian kali ini akan berlanjut tanpa jeda, entah mampukah melewatinya.
Apa kau senang mendengarnya?
Ini adalah teori kekacauan yang tak terhindar.
Hey januari, apa yang harus ku lakukan?
Kau punya tempat tenang tuk berehat sejenak, setidaknya hingga semua bintang berkata "Baik-baik saja, beranjaklah"

Published with Blogger-droid v2.0.10

Followers

Blogger templates

 
A Lady Traveler © 2011 | Designed by Interline Cruises, in collaboration with Interline Discounts, Travel Tips and Movie Tickets