
It’s not my
pleace,
Tapi kemana?
Kemana harus
ku tuju, kakiku tak punya tujuan yang pasti tuk beranjak lagi,
Setelah
menetap begitu lama dengan kepercayaan yang terus mencoba dibangun secara
tertatih.
Kemana lagi
ku pijakkan kaki ini?
Sedang pandang
mata hanya sebesar jendela kamar yang kini ku diami.
Sejauh
memandang, tak kudapati jalan, dalam jarak pandang yang ku punya hanya ada
lapang, tanah yang lapang, tanpa penghuni.
Hanya
terdengar suara angin yang berhembus perlahan, terasa membawa berita kematian.
Haruskah aku
bertanya pada angin?
Mereka akan
menggaggapku gila, jika itu ku lakukan.
Tapi kepada
siapa lagi harus aku bertanya?
Kaki ingin terus melangkah, menjejak,
Namun, mata yang menerawang ke biru angkasa tak menemukan kemana lagi tuju kaki melangkah, berhenti rasanya,
Kaki masih ingin lekas melangkah, berpijak,
Namun, hati kian membenam dalam hitamnya lumpur peradaban,
Masihkah ada tujuan kaki yang ingin melangkah?
Aku harus beranjak, lagi.
Aku bukan
ingin menyerah,
Tidak,
Kali ini
lebih dari kemarin,
Kini bersamaku
ada satu harapan kecil, ku bawa bersama ke suatu tempat yang ingin ku tuju.
Tapi sampai
kini aku masih belum menemukan, kemana harus kucari tempat itu.
Suatu
tempat, dimana bisa menerimaku dan harapan kecil yang ku bawa bersamaku.
Kali ini
sedikit berbeda, aku harus berjuang sendiri menemukan tempat tujuanku.
Ku pikir
kamar dengan jendela yang bisa buatku melihat dunia adalah tempat terbaik
bagitu bersama harapan kecilku.
Tapi,
ternyata aku harus beranjak, bukan disini.
Bukan tempat
ini, bukan pula jendela kecil ini.
Aku tak
punya pilihan lagi,
Harus kepada
angin kini ku tanyakan tujuan.
Aku harus
beranjak, lagi.
Seperti film
yang diputar ulang,
Bayangan
demi bayangan tergambar kembali,
Aku tak
ingin bertarung lagi,
Aku harus
beranjak pergi.
0 komentar:
Posting Komentar