Satu cerita dari pagi

Sabtu, 22 Juni 2013



Kau pasti sepakat denganku, dengan kesimpulanku, kalau hari ini dimulai jauh sebelum kau membuka mata dan mengatakan selamat pagi serta mencium keningku, ketika terbangun hari ini.

Kepadamu aku mengalamatkan tulisan ini. Hari ku dimulai dengan senyum paksa yang merekah simpul di bibir ku. Mood ku hari ini lebih buruk dari yang kau perkirakan.
Aku memaki, menghardik, marah.
Aku ingin teriak, berteriak di hadapanmu. Namun, yang kenyataannya respons dari otak ku terhadap keinginan hatiku adalah DIAM. Dan berderai pula airmata ku.

Sebuah tontonan bagus hari ini, menemani kesal ku.
Pergumulan Lebah tanah (Ofu kata orang dari daerah ini) dengan Belalang kayu (entah apa sebenarnya nama belalang itu, aku lupa menanyakannya). Pergulatan mereka membuat ku berhenti sejenak tuk berfikir marah, kesal. Otak ku meyuruh tubuh untuk menikmati pergolakan itu.
Fight fight fight. Si belalang kayu mencoba untuk tetap berjuang, bertahan, melawan beberapa kali. Badannya remuk, sayapnya patah. Namun, ia tetap berjuang untuk hidup.  Lebah tanah itu tak tinggal diam, makin berontak si belalang kayu, makin ganas pula si lebah tanha melakukan penyerangan. Sengatan lebah tanha makin bertubi-tubi, tak beri ampun.

Tak butuh waktu lama, belalang kayu tak mampu melawan lagi. Ia menyerah. Namun, dengan sisa-sisa tenaga miliknya, ia masih ingin tetap berlari. Tangannya perlahan menggapai rerumput di sekitarnya. Pergulatan itu tetap berlangsung.

Alih-alih melumpuhkan belalang kayu hingga tak berkutik. Lebah tanah kedatangan tamu. Pemangsa baru yang sedari tadi memperhatikan pergulatan lebah tanah dari jauh. Tak terelakkan. Tamu yang datang lebih besar darinya. Cicak tanah (sekali lagi, mungkin itu benar namanya) datang mengganggu, mengambil alih santapan lebah tanah, dan menyingkirlah lebah tanah.

Malang sungguh nasib belalang kayu, telah remuk redam badannya oleh pergulatan dengan lebah tanah, kini ia harus berhadapan lagi dengan cicak tanah. Tak mampu lagi ia melarikan diri. Tenaganya telah habis terkuras, badannya tak mampu lagi, sayapnya patah.
Kini belalang tanah pasrah, dua cicak tanah membabi buta. Ia benar-benar pasrah. Hidupnya berakhir terlahap dua cicak tanah.


Sebuah tontonan pagi yang galau. Kau menyimak cerita ku bukan?? Kau menikmatinya?? Namun tidak dengan ku. Aku masih berjibaku dengan kesal ku.
Dan kau pun beranjak, ketika meleh 1 demi 1 bulir yang sedari tadi ingin ku pendam.

Bedebah Kau!!

1 komentar:

  1. edelweis ungu mengatakan...:

    tidak seperti kau...saya menikmatinya... bagaimana bertahan dengan berbagai proses... jika toh harus "terlahap" itulah proses...
    kan yang utama adalah proses to...

    nice
    edelweisungu.blogspot.com

Posting Komentar

Followers

Blogger templates

 
A Lady Traveler © 2011 | Designed by Interline Cruises, in collaboration with Interline Discounts, Travel Tips and Movie Tickets