Intelek atau Preman

Rabu, 23 November 2011

Satu kejadian terulang lagi, yang tak penah habis-habisnya jadi pokok pembicaraan seluruh daerah ketika saya, kamu, dan kalian berada di daerah luar dari tempat kita perpijak saat ini.
Sebuah kejadian yang berulang, hampir tiap tahunnya. Entah apa yang jadi pemicu ledakan, entah percikan api darimana pula.
Sebelumnya telah beredar berita, tentang apa yang akan terjadi, tentang penghancuran yang terencana, sebuah kabar angin. Dan ternyata ada pembuktian dari apa yang terdengar. Dan sore yang tenang, dihebohkan dengan kekacauan terencana.
Panik, jelas sungguh dari pihak yang tak tahu menahu tentang pemicu kehebohan. Hanya bisa diam, melihat keganasan dari emosi yang meledak, dari dendam yang ingin terbalaskan.
Kali ini hujan bukan berasal dari lagit penuh awan jenuh uap air, bukan berua jatuhan air yang membasahi tanah kampus merah, bukan. Kali ini hujan berasal dari tangan manusia yang pikirnya diselimuti merahnya dendam dan amarah, kali ini jatuhan berasal dari benda keras buatan tangan manusia maupun hasil transportasi jauh/hancuran material bentukan alam (batu).
Tak terkendali, sungguh frontal.
Yang anehnya, penghenti kehebohan ini adalah air yang jatuh benar-benar dari langit.
Maaf jika harus berkata demikian, ini kenyataan yang terlihat dilapangan.
Dari desas desus yang terdengar diantara ramainya kicauan batu yang menghambur di atap bagunan. Masalah yang menjadi pemicu merupakan masalah yang kerap kali terjadi hampir ditiap tahunnya.
Kalau dipikir-pikir, sebenarnya hal yang dijadikan pemicu ini bisa dibuat jadi sederhana, tidak harus banyak korban, tidak harus banyak kerusakan, tidak harus menggorbankan nama baik yang notabene selama ini sudah jadi perbincangan yang hangat di masyarakat. Boleh dikatakan, perbincangan prestasi dari segi otak bisa diberi acungan jempol. Tetapi, ada ‘tetapi’. Perbincangan tentang prestasi emosi juga luarbiasa hebohnya. Sangat malah.
Pertanyaan yang timbul kemudian, "Yang pada heboh itu para kaum intelektual kan?bukan preman kan?"
Tak bisakah masalah yang ada dipilah-pilah terlebih dahulu, tak bisakah informasi yang didapat difilter terlebih dahulu, sebelum kemudian dilakukan reaksi atas masalah ataupun informasi itu.
Jangan karena Ego yang tinggi, kesombogan atas keagungan nama, terus kemudian menggunakannya secara anarki.
Hei hei, ini Indonesia kan? Yang katanya, dikenal dunia dengan ramah tamahnya.
Gimana mau dipandang ramah tamah, jika orang-orang didalamnya saling menjatuhkan satu sama lain. Saling menghancurkan satu sama lain.
Sebuah ungkapan lama “karena nila setitik, rusak susu sebelanga”
Jangan karena sebagian orang yang mungkin punya kepentingan pribadi, lantas merusak nama besar yang dengan susah payah diperjuangkan.

 'Damai itu indah'

0 komentar:

Posting Komentar

Followers

Blogger templates

 
A Lady Traveler © 2011 | Designed by Interline Cruises, in collaboration with Interline Discounts, Travel Tips and Movie Tickets