Beranjak, [Lagi]

Senin, 27 Januari 2014 0 komentar


It’s not my pleace,
I must gone from here.


Tapi kemana?
Kemana harus ku tuju, kakiku tak punya tujuan yang pasti tuk beranjak lagi,
Setelah menetap begitu lama dengan kepercayaan yang terus mencoba dibangun secara tertatih.
Kemana lagi ku pijakkan kaki ini?
Sedang pandang mata hanya sebesar jendela kamar yang kini ku diami.
Sejauh memandang, tak kudapati jalan, dalam jarak pandang yang ku punya hanya ada lapang, tanah yang lapang, tanpa penghuni.
Hanya terdengar suara angin yang berhembus perlahan, terasa membawa berita kematian.
Haruskah aku bertanya pada angin?
Mereka akan menggaggapku gila, jika itu ku lakukan.
Tapi kepada siapa lagi harus aku bertanya?
Aku harus beranjak.

Kaki ingin terus melangkah, menjejak,
Namun, mata yang menerawang ke biru angkasa tak menemukan kemana lagi tuju kaki melangkah, berhenti rasanya,
Kaki masih ingin lekas melangkah, berpijak,
Namun, hati kian membenam dalam hitamnya lumpur peradaban,
Masihkah ada tujuan kaki yang ingin melangkah?
Aku harus beranjak, lagi.
Aku bukan ingin menyerah,
Tidak,
Kali ini lebih dari kemarin,
Kini bersamaku ada satu harapan kecil, ku bawa bersama ke suatu tempat yang ingin ku tuju.
Tapi sampai kini aku masih belum menemukan, kemana harus kucari tempat itu.
Suatu tempat, dimana bisa menerimaku dan harapan kecil yang ku bawa bersamaku.
Kali ini sedikit berbeda, aku harus berjuang sendiri menemukan tempat tujuanku.
Ku pikir kamar dengan jendela yang bisa buatku melihat dunia adalah tempat terbaik bagitu bersama harapan kecilku.
Tapi, ternyata aku harus beranjak, bukan disini.
Bukan tempat ini, bukan pula jendela kecil ini.
Aku tak punya pilihan lagi,
Harus kepada angin kini ku tanyakan tujuan.
Aku harus beranjak, lagi.
Seperti film yang diputar ulang,
Bayangan demi bayangan tergambar kembali,
Aku tak ingin bertarung lagi,
Aku harus beranjak pergi.

Hey Januari

Kamis, 02 Januari 2014 0 komentar

Hey januari, apa kabarmu?
Kau bangunkan aku dengan igauan yang sungguh nyata, hingga terlelap pun tak mampu mata.
Hey januari, apa yang harus ku lakukan? Serangan engkau kali ini tak mampu ku tepis, aku kalah telak darimu.
Hey januari, kau punya pilihan tuk diriku?
Harus seperti apa rangkaian kata itu disusun, hingga paham mereka.
Aku akan terusir sekatika.
Kini aku berfikir lebih cepat dari sebelumnya.
Hey januari, saat ini aku akan benar-benar berlari, bersembunyi.
Mungkin kau akan menganggap ini kepencundangan yang nyata.
Kau tahu, dua sisi yang ada padaku.
Satu sisi berucap terima kasih tuk pemberontakkan yang terwakili, sedang sisi lain meraung karena kecewa dan tak punya rencana apa-apa.
Hey januari, harus kemana ku bawa pijak kaki ini, hingga tak ada yang mengendus rencana terbata-bata yang harus ku buat.
Hey januari, ujian kali ini akan berlanjut tanpa jeda, entah mampukah melewatinya.
Apa kau senang mendengarnya?
Ini adalah teori kekacauan yang tak terhindar.
Hey januari, apa yang harus ku lakukan?
Kau punya tempat tenang tuk berehat sejenak, setidaknya hingga semua bintang berkata "Baik-baik saja, beranjaklah"

Published with Blogger-droid v2.0.10

Followers

Blogger templates

 
A Lady Traveler © 2011 | Designed by Interline Cruises, in collaboration with Interline Discounts, Travel Tips and Movie Tickets